Rabu, 24 November 2010

Jika Anak Sudah Kecanduan Game


          Pernahkah Anda merasa jengkel gara-gara sang buah hati lupa waktu, lupa belajar dan lupa makan gara-gara games ? Ya, saya kira semua orang tua sudah pernah mengalaminya. Atau, jangan-jangan Anda tipe orangtua yang “cuek” atau tenang-tenang saat anak-anak menghabiskan waktu berlama-lama di depan komputer hanya untuk main tembak-tembakan atau pesawat terbang ?
         Kemajuan tehnologi dewasa ini telah merambah ke berbagai sektor kehidupan, tidak ketinggalan juga merambah dunia anak, dengan bermunculan sarana tehnologi interaktif, video games, playstation atau internet. Disadari atau tidak sesungguhnya itu telah mengubah suasana rumah, kelas maupun ruang bermain. Permainan yang bersifat interaktif dan kelompok, akan tergantikan dengan permainan yang bersifat soliter
Games, sejenis program permainan yang paling disukai anak-anak di seluruh dunia. Kelahiranya seiring dengan kemunculan teknologi komputer dan media massa. Kehadiran media massa –khususnya elektronik, berbagai peralatan mainan sejenis, seperti ; CD, DVD, Play Station (baca PS) serta terwujudnya dunia maya (internet) menjadi pokok permaslahan tersendiri bagi para orang tua. Apalagi dengan kondisi dunia yang harus menjadikan manusia saling mengejar urusan dunia, kesibukan telah merongrong waktu para orang tua yang seharusnya lebih banyak waktu untuk mendampingi mereka bermain dan berinteraksi di rumah.
         Belum lagi harapan-harapan orangtua akan bayangan masa depan yang penuh persaingan membuat mereka harus memilihkan pada si bocah-bocah belia berbagai program-program, yang menurut mereka “unggulan”. Sebut saja kursus ini, kursus itu. Sehingga kebutuhan primer anak, kebersamaan,bermain dengan keluarga menjadi terlupakan.
         Padahal, dalam banyak penelitian yang sudah sering dilakukan, kurangnya waktu bermain bisa membuat anak tidak ceria dan kurang percaya diri. Biasanya anak yang kurang bermain kelompok, ia akan minder, kurang supel. Anak yang cukup bermain akan memperlihatkan wajah yang lebih ceria, karena dengan bermain anak akan banyak belajar dari temannya dan sebagai latihan bersosialisasi.
          Pada tahap perkembangan anak, bermain sangat penting karena anak akan mengaktifkan sistem motorik dan sosialnya. Namun banyak orangtua tidak menyadari bahwa bermain justru mendorong anak menjadi cerdas. Efek pertama dari bermain adalah anak menjadi senang, kedua membuat anak smart.
Nah, masalahnya, sebagian orangtua meyakini, games, adalah arena permainan yang bisa mengisi waktu dan keceriaan mereka. Benarkah? Tentu saja tidak. Bermain games, amat berbeda dengan ketika mereka bermain, bercengkrama dengan teman-teman sebaya atau keluarga mereka. Bagaimanapun komputer, Play Station adalah sebuah mesin. Ia bukan manusia yang bisa diajak berinteraksi, bisa bicara, dan punya hati dan rasa kasih sayang. Secara psikologis, efek keseringan bermain games atau komputer bagi anak hanya akan mendorong mereka enjoy bermain sendiri (soliter) tanpa adanya interaksi dengan temannya (kelompok).
          Berbagai permainan yang ada sekarang ini (games, ps dan komputer) selain hanya sedikit memiliki manfaat justru lebih banyak menyimpan madharat. Aplikasi games yang berupa petualangan, pengaturan strategi, simulasi dan bermain peran, memang dapat meningkatkan daya analisa anak, mendorong rasa keingintahuan (curiosity) anak, meningkatkan daya koordinasi dan sinkronisasi pikiran serta kemampuan menyelesaikan masalah. Yang menjadi permasalahan adalah ketika anak-anak sudah kecanduan dengan barang-barang tersebut.
          Berbagai studi telah mengidentifikasi masalah dan persoalan yang muncul sebagai akibat keterlibatan dalam pemanfaatan video games, komputer games, televisi dan dunia maya antara lain adalah dapat menjadi addiction (ketergantungan).
Pengguna games, komputer dan PS yang kelewat batas akan menimbulkan dampak negatif bagi si anak antara lain; mendorong anak untuk asosial, enggan bergaul dengan sekeliling, malas belajar, kurang konsentrasi, pemicu tindakan kekerasan (agresif), berkurangnya perasaan ingin menolong sesama serta pemicu tindakan kriminal (mencuri).
          Penelitian The Kaisar Foundation di Amerika Serikat pada tahun 1999, sebagaimana di kutip majalah Monitor, di muat dalam APA 2003, mengungkapkan bahwa anak berusia 2-18 tahun rata-rata menghabiskan waktu lima setengah jam menghabiskan waktu di rumah dengan menonton TV, memainkan Video games, menjelajahi internet.
          Seorang peneliti dari Tokyo’s Nihon University melakukan studi tentang efek video games terhadap aktivitas otak. Hasilnya menunjukkan bahwa terjadi penurunan gelombang bheta pada kelompok yang bermain games antara 2-7 jam setiap hari. Berikutnya penurunan gelombang beta masih terus terjadi meski sudah berhenti bermain, selain itu responden juga manyampaikan bahwa mereka mudah marah, sulit berkonsentrasi dan mengalami gangguan sosialisasi.
Selain games kecanduan akibat media adalah internet. Mampu mengakses internet sesungguhnya merupakan suatu awal yang baik bagi pengembangan wawasan anak. Namun sayangnya, tak semua anak siap “dipercaya” atau bisa dilepaskan sendiri dengan dunia maya yang satu ini. Banyaknya informasi buruk yang membanjiri internet juga salah satu ancaman berbaya bagi anak. Melalui internet-lah berbagai materi bermuatan seks dan kekerasan dijajakan secara terbuka dan tanpa penghalang. Di Canada dalam sebuah studi menunjukkan bahwa satu dari 12 anak yang sedang berinternet menerima pesan yang berisi muatan seks.
         Disadari atau tidak kehadiran media tersebut, telah mengubah kehidupan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Di era games, internet dan PS sekarang ini, peran dan kepedulian orangtua sangatlah mutlak diperlukan.

1 komentar:

  1. Types of Baccarat - Worrione
    This includes, among other things, baccarat. A few types septcasino of baccarat variants are 바카라 called spade poker, a type of card game where players 메리트카지노총판 compete to score their

    BalasHapus